Sayap - Sayap Camar

| |

"Mbak suka tengkurap, ya?"

Anak laki - laki kecil kurus melesat berlari melintasi tanah lapang. Terengah - engah. Dibelakangnya beberapa orang mengejarnya pontang - panting hingga kelelahan.

Dia tertawa lepas. aku menghampirinya.

Dia melihatku  berlari. Dia berdiri melonjak riang melambaikan tangan padaku. Aku ingin mendekati anak itu. Tapi... Krosak!

Aku tersungkur, tenggelam  diantara lebatnya ilalang. Pening kepalaku, kram tubuhku. Anak itu terdiam sejenak memandangku, kemudian tergelak lagi. Sakitku sirna seketika. Dia tertawa. Entah kenapa aku tertawa juga.

"kenapa Mbak berlari?" Dia berjongkok didepanku.
"karena aku ingin bertemu denganmu."
"Benarkah?" mata anak itu berbinar.
Aku memandangnya lekat.. "kau bahagia?"
Dia mengangguk riang..
"Apa yang membuatmu bahagia?"
"Karena aku bisa terbang!"
"Berlari, maksudmu?" koreksiku.
Dia menggeleng dan tertawa lagi. "Terbang! Mengelilingi angkasa."
Mataku berbinar. "Ajari aku caranya terbang!  Aku ingin tertawa lepas sepertimu!"
Dia berdiri melonjak,  "Ikuti aku!"
Kemudian dia berlari. Menerjang ilalang. Aku menyusulnya terengah.
"Hei! Kau berlari, bukan terbang!" protesku.
Dia berhenti. "Siapa nama Mbak?"
"Bunga," jawabku
Dia berdecak, "Pantas tidak bisa terbang. Mbak Bunga, sih! Mbak harus menjadi burung! Burung bisa terbang, bergerak kemana saja!"
"Memang siapa namamu?  Burung?"
"camar! Camar bisa terbang!"
"Lalu siapa namaku?"
Dahinya yang bercucuran peluh mengerut.
"Merpati, Merpati putih seperti baju aneh yang dipakai itu. Merpati bisa terbang!"
Aku manyun. "Ini baju pasien rumah sakit. Karena aku sakit. Kau tahu, kata mereka seminggu lagi aku akan mati. Jantungku bocor," jelaskuu panjang lebar.

Dia terdiam sejenak.
"Itu bukan baju pasien! Itu bulu Merpati Putih.  Merpati tidak boleh mati. Merpati harus terbang. Selamanya akan terbang."
"Aku tidak bisa terbang."
"Mbak sudah jadi merpati. Mbak sudah terbang, kok.  Lihat ke bawah!" tunjuknya, "Sawah, gedung kecil,, orang - orang kecil itu!"

Setengah tidak percaya aku menunduk. Ajaib! Aku terbang!  Aku melayang!

"Kepakkan sayapmu, Mbak Merpati! Nanti kau jatuh!" teriak Camar.

Dia melesat dahulu.

Dengan gugup kubentangkan tangaku, meluncur mengejarnya. Melayang! Melintasi dunia.

Aku merasa ringan, melayang seperti kapas.

Brukk!! Camar terjatuh. Aku pun juga jatuh tepat di sampingnya.
Kami terdampar disebuah ladang gandum. camar membalikkan tubuhnya menatap langit.
"Saatnya istirahat."

Aku meniru caranya memandang angkasa. Dia menunjuk awan putih lembut dan tersenyum. Aku memicingkan mata menatap awan itu.
"Apakah kesana akan membuatmu bahagia?"
"Semoga saja. Aku sudah lama merindukan..."
"Siapa?"
Camar hanya tersenyum terpejam.

Aku ikut memejamkan mataku dan tersenyum. Bayangkan awan itu  terlintas di kepalaku. Awan itu berbentuk sesuatu yang indah. Tapi apa?

Gelap, padam. Entahlah, aku mati rasa. Lama. Ketika kubuka mataku, sebuah cahaya menyilaukan menerpaku.

"Bunga? Terimakasih, Tuhan!"
Aku panik. "Mana Camar?"
"Siapa Camar?"
"Namanya Camar! Dia burung! Aku sedang diladang gandum. Dimana dia, ayah?"

Ayah mengangkat alis heran, "Burung? Jika yang kau maksud itu Ilham, ia telah tiada...."

Camar tidak mungkin mati!
"Sebelum operasi dia berkata, "Jika aku mati, berikan jantungku kepada Mbak Bunga."

Camar...

Jantungku yang berdetak ini punya Camar. Aku tertawa disela tangisku. Camar tidak mati! Dia terbang di awan itu.

=oOo=

Serat putih itu masih seperti yang dulu. Bentuk lembut itu kupahami sekarang. Sebuah bentuk yang membuat Camar bahagia merindukan dan aku pun juga.

Aku tersenyum berlari. Ah, tidak!  Aku terbang! Melayang dengan bulu putihku yang seperti dulu. Sekarang semakin lebat menyelubungi kepala dan seluruh tubuhku.

"Ya Robbiii... Kapan Kau menjemputku? Aku Rindu..."

Dua orang pontang - panting mengejarku, hingga akhirnya  terkapar ketika sampai di tengah lapangan.  Kelelahan.

Aku berhenti dan menoleh pada mereka, lalu tertawa geli.

Bluk!

Aku terjungkal. Sakit memang, tapi tak menghalangiku untuk tertawa.

Aku masih tertawa ketika sesosok makhluk kecil berlaru ke arahku. Makhluk kecil berambut lurus panjang dan berbaju biru muda, baju yang aneh.

Krosak!! Dia tersungkur, tenggelam di lautan ilalang.
Ini seperti... Ah, sudahlah...

Aku berlari menghampirinya dengan tawa bahagia lalu berjongkok dihadapannya.
"Wah, adik kecil suka tengkurap, ya?"

Tulisan ini diterbitkan oleh Forum Ukhuwah Mahasiswa Muslim Ilmu Pendidikan (Fummi) Universitas Negeri Semarang. Bagi yang berminat untuk menerbitkan tulisan website ini bisa mengirimkan tulisan melalui menu kirim berita atau kirim ke fummiunnes@hotmail.com. Diterbitkan jam 03.20. Dengan kategori , . Sahabat bisa mengikuti website ini dengan memasukkan RSS 2.0 di blog sahabat.

0 komentar for "Sayap - Sayap Camar"

Leave a reply